Tahun ini akan menjadi tonggak penting bagi masyarakat Maluku Utara dalam persoalan kebutuhan air bersih, sebab pemerintah pusat bekerja keras untuk menjawab kebutuhan rakyat setempat dengan membangun sejumlah embung dan bendung agar ketersediaan air selalu ada.
Tugas penting itu dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) melalui Ditjen Sumber Daya Air terus mengenjot pembangunan infrastruktur untuk menyediakan air bersih kepada masyarakat. “Sebab, wilayah kepulauan di Maluku Utara sulit mendapatkan ketersedian air bersih. Terutama pada pulau–pulau kecil,” kata Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara, Abdul Muis, Senin (11/3).
Abdul Muis mengakui bahwa di Maluku Utara terdapat dua sungai, yaitu sungai Halmahera Timur dan Halmahera Selatan. Namun saat musim kemarau tiba, sungai-sungai itu kering. “Untuk Ternate dan Tidore itu 100 persen air baku dari air tanah. Pulau Morotai 50 persen air tanah dan sisanya 50 persen air permukaan. Itu pun sangat kecil jika kemarau tiba,” tutur Abdul Muis.
Itulah sebabnya, kata Abdul Muis, BWS Maluku Utara membangun embung konservasi supaya air hujan tertampung lebih lama di daratan dan meresap sebagai imbuhan air tanah. “Salah satu embung yang sudah kita bangun pada 2017 ialah Embung Konservasi Gurabunga yang terletak di Kelurahan Gurabunga yang mampu menampung menampung 30.000 m3,” ujar Abdul Muis.
Embung dan Bendung
Untuk 2019, lanjut Abdul Muis, BWS Maluku Utara akan merencanakan pembangunan Embung Gurabati di Pulau Tidore. Embung ini berdaya tampung 500 ribuan perkubik dengan panjang 30 meter. “Namun jika sudah terbangun, embung itu bisa menjadi manfaat bagi air tanah,” tutur Abdul Muis.
Selain embung, sambung Abdul Muis, BWS Maluku Utara juga sedang menggarap beberapa bendung untuk aliran irigasi bagi ketahanan pangan. Mulai dari Bendung Dakaino, Akedaga, dan Mancalele. “Dakaino sudah selesai pembangunannya pada 2018. Namun perlu tahap untuk jaringan lanjutan. Kalau ketiga bendung itu beropersi bisa melayani lahan persawahan sampai 3000 hektar,” imbuh Abdul Muis.
Sementara itu untuk program 2019, Abdul Muis menjelaskan akan membangun bendung Akelamo yang berlokasi di Kabupaten Halmahera Timur. Nantinya bendung itu akan melayani 4600 hektar lahan persawahan.
“Sebenarnya 2013 kita sudah membangun Bendung Akelamo. Kini pembangunan lanjutan akan dilakukan pada 2019. Namun akses darat menuju ke lokasi itu sulit. Jadi kami masih kordinasi dengan pemerintah setempat untuk kendala tersebut,” ujar Abdul Muis.
Selain itu, BWS Maluku Utara juga merencakan pembangunan bendung Tilope yang nantinya bisa melayani 1700 hektar dan bendung Wairoro.
“Untuk Wairoro masih tahapan desain, mungkin 2020 bisa mulai tahap pembangunan. Bendungan itu juga bisa melayani 3000 hektar persawahan dan bisa melayani air baku untuk Ibukota Weda, Halmahera Tengah,” ujar Abdul Muis.
Pulau Meitara Sudah Merdeka
Mengenai penyedian air, lanjut Abdul Muis pada 2018, BWS Maluku Utara sudah membangun jaringan pipa bawah laut untuk mendistribusikan air baku ke Pulau Maitara dari Tidore Kepulauan.
“Saat diresmikan jaringan pipa bawah laut itu. Masyarakat Pulau itu sangat senang sekali. Bahkan walikota saat sambutan sempat meneteskan air mata. Pulau Meitara sudah merdeka sekarang kata walikota,” tutur Abdul Muis.
Untuk jaringan pipa bawah laut itu, pada 2019, Abdul Muis melanjutkan akan merencanakan yang sama untuk masyarakat Pulau Hiri. Terdapat setidaknya 3000 jiwa di pulau tersebut yang krisis air.
“Dengan suksesnya jaringan pipa bawah laut di Pulau Meitara. Kami sedang merencanakan untuk membuat hal yang sama di Pulau Hiri.
Dalam pembangunan infrastuktur untuk penyedian air baku dan ketahanan pangan, Abdul Muis mengaku ada tantangan yang dihadapi oleh BWS Maluku Utara, yaitu akses.
“Karena Maluku Utara terdiri kepulauan, maka dari itu untuk akses semua melalui laut, tidak bisa menggunakan jalur darat. Misalnya membawa batu untuk bendung dari Palu atau Manado. Semua itu melalu akses jalur laut,” tutur Abdul Muis.
Abdul Muis berharap, adanya alokasi dana untuk meningkatkan pembangunan infrastuktur di Maluku Utara. Mulai dari pembuatan irigasi, air baku dan pengamanan pantai.
“Untuk pengamanan pantai memang mendapatkan porsi sedikit dari anggaran. Namun, akan dilakukan penanggulangan secara bertahap,” ujar Abdul Muis.
Sejuta Hektar Irigasi
Ketahanan pangan merupakan salah satu program utama pemerintah saat ini. Oleh karena itu, perlunya didukung pasokan air untuk mewujudkan hal itu.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan 1 juta hektar jaringan irigasi baru dan merehabilitasi sekitar 3 juta hektar jaringan irigasi dalam periode 2015-2019.
Infrastruktur irigasi berupa bendung dan saluran irigasi berperan meningkatkan produktivitas pangan nasional guna mencapai ketahanan pangan sebagaimana Nawa Cita Presiden Joko Widodo.