Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memacu pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan smelter di dalam negeri.
Pasalnya, jika seluruh smelter selesai dibangun dan beroperasi pada 2022, maka hampir seluruh bijih nikel yang diproduksi bisa diolah di dalam negeri.
Menurut Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM Yunus Saefulhak, saat ini produksi bijih nikel di Indonesia mencapai sekitar 60 juta ton per tahun. Namun dari jumlah itu, baru setengahnya yang bisa diserap dan diolah oleh smelter di dalam negeri.
“Saat ini, Smelter yang ada baru bisa menyerap sekitar 30 juta ton kapasitas inputnya sementara produksi kita sekitar 60 juta ton. Tentu antara Supply demand tidak seimbang dan ini yang harus kita genjot,” jelas Yunus saat konferensi pers. Dengan realitas ini kata Yunus, pemerintah terus mendorong pembangunan smelter.
Pengolahan dan pemurnian di dalam negeri menjadi salah satu perhatian pemerintah. Keberadaan pabrik smelter memegang fungsi penting untuk melakukan tugas pengolahan dan pemurnian logam yang terkandung dalam bijih pertambangan.
Indonesia sendiri memiliki smelter besar yang sudah selesai dibangun, berdasarkan kapasitas produksinya dari data-data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Desember 2019.
Seperti contohnya smelter PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (PT WHW Alumina Refinery) terletak di Ketapang, Kalimantan Barat. Pabrik yang masih tergabung dengan Harita Group ini merupakan pabrik smelter yang memiliki kapasitas produksi sebesar 1.000.000 tons per year (tpy) smelter grade alumina (SGA). Selain itu PT WHW juga mempunyai kapasitas input sebesar 4.039.200 tpy bauksit.
Ada juga smelter milik PT Megah Surya Pertiwi yang juga merupakan unit usaha dari Harita Group, memiliki kapasitas produksi 198.158 tpy ferronickel (FeNi). Perusahaan ini juga sama seperti PT Tsingshan Steel dan PT Sulawesi Mining Investment bergerak dalam bidang pengolahan dan pemurnian bijih nikel di Indonesia, tetapi menghasilkan produk yang berbeda. PT Megah Surya Pertiwi memiliki kapasitas input sebesar 2.079.733 tpy.
Target pemerintah, dalam dua tahun ke depan serapan bijih nikel yang bisa diolah di dalam negeri bisa bertambah menjadi sebesar 29 ton per tahun. Sehingga volume yang akan bisa diolah menjadi 59 juta ton atau mendekati produksi nasional.
“Kita sedang merencanakan pengembangan smelter berikutnya. Kalau nanti sudah jadi di 2020, maka akan menyerap sekitar 29 juta ton lagi,” jelas Yunus.
Selain itu, kualitas penyerapan pengolahan bijih nikel juga akan semakin meningkat. Untuk nikel kadar rendah di bawah 1,5 persen nantinya digunakan teknologi hidrometalurgi atau (HPAL). Saat ini progres pengembangan HPAL telah mencapai sekitar 40 persen.
“Saya melihat, keseimbangan akan terjadi pada 2022, antara produksi tambang dan kapasitas input dari pada smelter,” tandas Yunus.
–
Sumber: Asia Today